RSS Subscribe

healhty life

Senin, 19 April 2010

AUTOIMMUNE


Apakah Penyakit Autoimmune Itu ?

Kata "autoimmune" berasal dari penggabungan kata auto dan immune. Kata auto berarti diri sendiri, sedangkan immune dari kata sistem immune yang berarti suatu sistem komplek pada sel dan komponen sel (yang disebut mollecules) yang normalnya bekerja untuk mempertahankan ketahanan tubuh dan mengaleminasi infeksi yang disebabkan oleh bakteria, virus dan mikroba asing lainnya yang memasuki tubuh. Jika seseorang menderita penyakit autoimmune, maka sistem kekebalan yang terbentuk salah mengidentifikasi benda asing, dimana sel, jaringan atau organ tubuh manusia justru dianggap sebagai benda asing sehingga dirusak oleh antibodi. Jadi adanya penyakit autoimmune tidak memberikan dampak peningkatan ketahanan tubuh dalam melawan suatu penyakit, tetapi justru terjadi kerusakan tubuh akibat kekebalan yang terbentuk. (NIH, 1998; Schaechter dkk., 1993 : Salyers dan Whitt, 1994 : Pelczar dkk. 1986 : Madigan dkk. 1997).


Pada reaksi sistem immune tubuh maka benda asing dikatakan sebagai antigen dan sistem kekebalan yang terbentuk disebut antibodi. Kejadian Penyakit Autoimmune memberikan reaksi sistem immune terhadap jaringannya sendiri dimana antigen yang mendorong kejadian penyakit autoimmune disebut autoantigen sedangkan antibodi yang dibentuk sebagai autoantibodi. Sel autoreaktif adalah lymphocyte (sel darah putih) yang mempunyai reseptor untuk autoantigen sehingga mampu memberikan reaksi autoimmune (meskipun tidak selalu sel autoreaktif itu bereaksi dengan autoantigen jika berpapasan). Jika sel autoreaktif (lymphocyte) memberikan respon pada autoantigen, maka sel autoreaktif (lymphocyte) itu disebut sebagai Sel Lymphycyte Reaktif (SLR) (Baratawidjaja, 1998).


Ada beberapa penyakit autoimmune dan masing-masing dapat berdampak pada tubuh dengan berbagai model, sebagai contoh; reaksi autoimmune berlangsung menyerang otak pada kasus multiple sclerosis dan menyerang saluran pencernaan pada kasus penyakit Crohn’s. Pada kasus penyakit autoimmune lainnya, seperti lupus erythematosus (lupus), berdampak pada jaringan dan organ-organ yang bervariasi antar individu dengan penyebab penyakit yang sama. Seseorang yang menderita lupus mungkin berdampak pada kulit dan persendian sementara kasus lupus pada individu lainnya memberikan dampak kulit, ginjal dan paru-paru. Pada akhirnya kerusakan pada jaringan-jaringan yang disebabkan oleh sistem kekebalan akan permanen sebagaimana kerusakan sel pankreas yang memproduksi insulin pada diabetes mellitus tipe I (NIH, 1998)

Siapa Yang Rentan Terhadap Penyakit Autoimmune?
Kejadian penyakit autoimmune pada kajian kuantitatif sebenarnya relatif jarang, namun demikian jika ditinjau dari kualitas dan obyek penderitanya, maka kasusnya cukup perlu mendapat perhatian, sebagai gambaran berjuta-juta orang Amerika menderita penyakit ini. Umumnya penyakit autoimmune menyerang wanita lebih banyak dibandingkan pria, khususnya pada wanita usia kerja dan wanita pada usia membesarkan anak. Alasan mengapa wanita lebih banyak menderita penyakit autoimmune belum dapat diketahui, namun diperkirakan karena peranan hormon. Peranan hormon ini patut mendapatkan kecurigaan karena penyakit autoimmune pada wanita ini sering terjadi setelah monopause, dan penelitian lainnya menyebutkan pula selama kehamilan (Aronson, 1999).


Apa Penyebab-penyebab Penyakit Autoimmune?
Apakah Menular ?

Belum pernah dibuktikan bahwa penyakit autoimmune ini bersifat menular. Penyakit autoimmune tidak menyebar kepada individu lainnya sebagaimana penyakit infeksi. Penyakit ini tidak sebagaimana AIDS demikian pula tidak sebagaimana kanker. Gen individu penderita penyakit autoimmune memiliki konstribusi terhadap penularan penyakit autoimmune. Penyakit tertentu seperti Psoriasis dapat terjadi diantara beberapa anggota keluarga (NIH, 1998).


Apakah Penyebab Utama Penyakit Autoimmune ?
Genetik : Telah ditunjukkan pada manusia bahwa gen major histocompatibility complex (MHC) dikaitkan dengan kejadian spesifik dari penyakit autoimmune. Gen MHC ada pada semua vertebrata, gen ini menandai 2 katagori pokok molekul yang membentuk bagian dari sel membran dan seluruh bagian membran (Schaechter dkk., 1993 : Henderson dkk., 1999


Fakta lain menunjukkan bahwa gen spesifik atau kelompok gen sebagai predisposisi suatu keluarga terhadap Psoriasis. Sebagai tambahan, individu anggota suatu keluarga dengan penyakit autoimmune dapat berperan dalam membentuk abnormalitas gen yang mendorong kejadian penyakit autoimmune walaupun mungkin menurunkan penyakit autoimmune dalam jenis penyakit autoimmune lainnya. Sebagai contoh; salah satu orangtuanya menderita lupus, maka keturunannya dimungkinkan menderita dermatomyositis dan mungkin keturunan lainnya menderita Rheumatoid arthritis (NIH, 1998).


Perkembangan penyakit autoimmune dalam tubuh dipengaruhi oleh faktor gen yang menurun bersama-sama pada saat tubuh mendapatkan sistem kekebalan yang dipicu oleh suatu kondisi dan lingkungan tertentu (NIH, 1998).


Faktor lain apakah yang mempengaruhi kejadian penyakit autoimmune?
Beberapa penyakit autoimmune diketahui terjadi dan makin terjadi karena adanya faktor pemicu seperti infeksi virus. Sinar matahari tidak saja berperan sebagai pemicu kejadian lupus akan tetapi sinar matahari malahan dapat memperburuk kondisi penderita lupus. Hal ini perlu disadari sehingga faktor-faktor tersebut dapat dihindari oleh individu yang rentan dalam rangka mencegah atau meminimalisasikan jumlah kerusakan yang ditimbulkan oleh karena penyakit autoimmune pada penderita. Faktor-faktor lainnya seperti : stress kronis, hormonal dan kehamilan, belum banyak diketahui dampaknya terhadap sistem kekebalan dan penyakit autoimmune (Aronson, 1999)..

Bagaimana Mekanisme Kejadian Penyakit Autoimmune ?

Jika tubuh dihadapkan sesuatu yang asing maka tubuh memerlukan ketahanan berupa respon immun untuk melawan substansi tersebut dalam upaya melindungi dirinya sendiri dari kondisi yang potensial menyebabkan penyakit. Untuk melakukana hal tersebut secara efektif maka diperlukan kemampuan untuk mengenali dirinya sendiri sehingga dapat memberikan respon pada kondisi asing atau bukan dirinya sendiri. Pada penyakit autoimmune terjadi kegagalan untuk mengenali beberapa bagian dari dirinya (NIH, 1998).


Ada 80 grup Penyakit autoimmune serius pada manusia yang memberikan tanda kesakitan kronis yang menyerang pada hampir seluruh bagian tubuh manusia. Gejala-gejala yang ditimbulkan mencakup gangguan nervous, gastrointestinal, endokrin sistem, kulit dan jaringan ikat lainnya, mata, darah, dan pembuluh darah.


A. Penyakit-penyakit Spesifik-organ

  1. Myasthenia gravis, Antibodi dihasilkan terhadap reseptor asetilkolin pada persimpangan neuro otot. Reseptor ini dimusnahkan menyebabkan isyarat dari saraf yang dibawa oleh asetilkolin tidak diterima oleh otot dan otot menjadi lemah. Penyakit ini boleh dirawat dengan perencat kolinesterase dan plasmaferesis untuk membersihkan autoantibodi.
  2. Diabetes mellitus bergantung insulin, Penyakit ini dikenali juga sebagai diabetes jenis I (diabetes juvana) dan disebabkan oleh sel Tc spesifik memusnahkan sel  pankreas yang terlibat menghasilkan insulin. Apabila sel  dimusnahkan kurang insulin akan dihasilkan. Aktiviti sel Tc bergantung kepada sitokin dari sel CD4 Th1, oleh itu kerentanan terhadap penyakit ini dikaitkan dengan individu yang mempunyai alel MHC II HLA-DR3 dan -DR4. Simptom-simptom penyakit ini dirawat dengan suntikan insulin. Siklosporin A yang menekan sel Tc telah berjaya digunakan untuk merawat penyakit ini.
  3. Pernicious anemia Penyakit ini berlaku pada usus. Sel plasma dalam mukosa perut merembeskan autoantibodi (IgG) terhadap faktor intrinsik dan mengganggu pengambilan normal vitamin B12. Pergabungan autoantibodi kepada faktor intrinsik menghalang pengangkutan vitamin B12 yang perlu untuk pematangan eritrosit dan tidak disintesis oleh tubuh. Oleh itu, lebih banyak eritrosit tak matang yang tak efisien mengangkut oksigen dihasilkan.
  4. Anemia hemolisis autoimun Autoantibodi dihasilkan terhadap berbagai antigen eritrosit seperti antigen ABO dan Rh. Pergabungan antibodi kepada eritrosit akan menyebabkan pemugaran eritrosit terpeka oleh limpa. Kesannya ialah anemia. Pengaktifan pelengkap juga boleh berlaku dan menyebabkan hemolisis.
  5. Sindrom Goodpasteur Autoantibodi dihasilkan terhadap kolagen jenis IV yang terdapat pada membran dasar alveolus peparu dan kapilari glomerulus ginjal. Pelengkap akan diaktifkan dan tisu ini dimusnahkan.
  6. Sklerosis berganda Sklerosis berganda (multiple sclerosis) ialah sejenis penyakit nyahmielin (demyelinating disease) pada sistem saraf pusat. Mielin ialah satu lapisan selaput berlemak yang memudahkan pengangkutan impuls saraf. Dalam penyakit sklerosis berganda, selaput ini dimusnahkan dan perpindahan impuls menjadi perlahan. Proses nyahmielin mungkin diperantarakan oleh gerak balas imun terhadap antigen diri, iaitu mielin. Autoantibodi anti-mielin akan bergabung dan pemusnahan selaput ini berlaku hasil tindakan bersama pelengkap. Pencetusan proses nyahmielin mungkin dimulakan oleh infeksi virus.
  7. Penyakit Grave Autoantibodi dihasilkan reseptor TSH (thyroid stimulating hormone) dan kesannya ialah hipertiroidisme. Dalam keadaan normal sel tiroid dirangsang oleh TSH dari kelenjar pituitari yang bergabung kepada reseptor TSH. Apabila autoantibodi bergabung dengan reseptor ini, kelenjar ini akan dirangsang untuk merembeskan hormon dan menjadi hiperaktif. Penyakit ini boleh dirawat dengan dadah anti-tiroid atau pembuangan tiroid.
  8. Penyakit Hashimoto Kelenjar tiroid diserang oleh limfosit dan fagosit menyebabkan keradangan dan tiroid menjadi bengkak (goiter). Autoantibodi dihasilkan terhadap tiroglobulin dan pemusnahan sel-sel tiroid berlaku. Kedua-dua keimunanan humor dan perantaraan sel terlibat. Kesannya ialah hipotiroidisme. Penyakit ini dirawat dengan tiroksin.

B. Penyakit-penyakit Tak Spesifik-organ

  1. Artritis reumatoid Penyakit ini disebabkan pemusnahan sendi-sendi terutamanya pada jari. Pemusnahan ini berpunca dari sel keradangan Th1 yang mengaktifkan sel-sel sinovial menghasilkan enzim-enzim hidrolisis. Enzim-enzim ini memusnahkan kartilaj, ligamen dan tendon. Pesakit-pesakit mempunyai faktor reumatoid, iaitu antibodi terhadap bahagian Fc IgG. Kehadiran faktor reumatoid digunakan untuk diagnosis artritis reumatoid.
  2. Lupus eritematosus sistemik (SLE) SLE ialah satu penyakit autoimun kronik dan pelbagai organ yang melibatkan tindak balas imun terhadap beberapa antigen diri. Dalam SLE, kompleks imun yang terdiri dari DNA atau nukleoprotein diri, antibodi spesifik dan pelengkap, tertempat dalam kulit, ginjal dan sendi-sendi. Ini menyebabkan eritema, glomerulonefritis dan artritis, masing-masing. Antibodi anti-nukleus (DNA, nukleoproein) boleh dikesan dalam lebih 90% pesakit dan 20% mempunyai faktor reumatoid. Autoantibodi terhadap RNA, eritrosit, platlet juga boleh dikesan. Ciri utama penyakit ini ialah kemerahan berbentuk kupu-kupu (butterfly rash) pada hidung dan pipi. Satu lagi ciri penyakit ini ialah fenomenon sel LE (lupus erythematosus cell). Apabila darah pesakit ini dieram pada 37oC selama 30 - 60 min, limfosit menjadi bengkak dan membebaskan bahan nukleusnya. Bahan ini diopsoninkan oleh antibodi anti-DNA dan pelengkap, dan difagositosis oleh sel LE. Kehadiran antibodi anti-DNA dan sel LE digunakan untuk diagnosis SLE. Penyakit ini lazimnya berlaku pada wanita berumur antara 20 - 40 tahun.
  3. Sindrom Sjogren Ini ialah penyakit keradangan kronik yang diperantarakan sel T CD4 yang memasukki kelenjar eksokrin (terutamanya kelenjar lakrimal dan air liur). Sindrom Sjogren lazimnya dikaitkan dengan penyakit tisu hubungan lain seperti artritis reumatoid dan SLE.
  4. Sindrom Guillain-Barre Penyakit ini menjejaskan saraf periferi dan menyebabkan kelemahan yang mungkin berakhir dengan kelumpuhan. Lazimnya ia berlaku selepas pemvaksinan (seperti influenzae) atau selepas infeksi (contohnya measles, hepatitis). Kemungkinan gerak balas imun terhadap agen menginfeksi bertindak terhadap tisu neuron kerana kehadiran epitop yang dikongsikan.
http://medicastore.com


Ada empat dasar mekanisme yang menyebabkan kejadian penyakit autoimmune :
1. Mediasi Antibodi :
Keberadaan antibodi spesifik melakukan perlawanan terhadap antigen tertentu (protein) mendorong kerusakan dan timbulnya tanda-tanda penyakit.
Contohnya ; auto-immune mediated hemolytic anemia, dimana targetnya adalah permukaan sel darah merah ; myesthenia gravis dimana targetnya adalah acetylcholine receptor pada neuromuscular junction ; hypoadrenocorticism (Addisons’s) dimana targetnya adalah sel dari kelenjar adrenal (Aronson, 1999 : Mims, 1982).

2. Mediasi Immune Kompleks:
Antibodi diproduksi melawan protein didalam tubuh, komplek ini dalam bentuk molekul besar yang bersikulasi keseluruh tubuh.
Pada systemic lupus erythematosus (SLE), antibodi dibentuk justru merusak beberapa komponen-komponen didalam inti selnya ( sehingga anti-nuclear antibody test (ANA) dilakukan untuk SLE). Sebagian besar antibodi-antibodi yang diproduksi merusak double stranded DNA, dan membentuk komplek terlarut yang tersirkulasi yang akan memecah kulit dan menyebabkan peningkatan sensitivitas pada ultraviolet dan berbagai gejala lainnya. Karena darah tersaring melalui ginjal, maka kompleks tersebut akan tertahan dalam glomeruli dan pembuluh darah yang menyebabkan ginjal kekuarangan protein sehingga mengalami glomeulonephritis. Kondisi ini juga merusak pembuluh darah lainnya, dan dimungkinkan terjadinya haemorhagi, sebagaimana akumulasi dari cairan synovial dan menyebabkan tanda-tanda arthritis dan kesakitan persendian. Rheumatoid arthritis diakibatkan dari immune complexes (kelompok antibodi IgM mengikat rheumatoid factor) merusak bagian dari sistem kekebalan hewan (bagian dari molekul Ig G). Bentuk komplek ini dideposit di ruang persendian synovial yang menyebabkan respon peradangan, pembengkakan persendian dan kesakitan. Kolagen dan cartilage dirusak dan seringkali digantikan dengan fibrin sehingga menyebabkan fuses dari persendian – ankylosis (Aronson, 1999).

3. Mediasi Antibodi dan sel T cell :
Sel T adalah salah satu dari dua tipe (yang satunya disebut sel B) sel darah putih yang memediasi reaksi immune. Ketika dihadapkan pada suatu antigen tertentu, sel T terprogram untuk mencari dan merusak protein tertentu itu pula dikemudian hari. Jika seekor hewan terekspose pada suatu antigen, maka menjadi lebih berkemampuan untuk memberikan respon lebih banyak dan lebih cepat dalam memberikan perlawanan terhadap antigen tertentu itu dikemudian hari. Inilah dasar pelaksanaan vaksinasi. Pada kejadian Thyroiditis (autoimmune hypothyroidism) tampaknya memberikan dampak mixed ethiology, dimana beberapa antigen yang menjadi target dan juga sekaligus hormon penting thyroglobulin yang diproduksi oleh tyroid menjadi dikenali. Autoantibodi terhadap antigen-antigen pada ephitel sel thyroid juga dikenali. Thyroid menjadi terinvasi oleh sejumlah besar sel T, sel B demikian pula sel Makrophage yang akan "menelan" dan menghancurkan sel-sel lainnya. Sel T yang terprogram secara spesifik terhadap thyroglobulin ini telah diidentifikasi (Aronson, 1999 : Salyers dan Whitt, 1994 : Madigan dkk, 1997).

4. Difisiensi complemen :
Ketika antigen dan antibodi bereaksi, maka akan mengaktivasi kelompok enzime serum (sistem komplemen) yang memberikan hasil akhir berupa lisis dari molekul antigen atau memungkinkan sel phagosite seperti macrophage untuk lebih mudah melakukan pengrusakan. Hewan yang mengalami defisiensi enzimes activated pada awal sistem komplemen akan penderita penyakit autoimmune, seperti pada kasus penyakit SLE (Aronson, 1999 : Roitt, 1991).

Bagaimana Mendiagnose Penyakit Autoimmune?
1. Imunopendarfluor (Immunofluorescence) Ujian ini boleh digunakan untuk mengesan autoantibodi dalam serum.
Sampel tisu yang mempunyai antigen diri dieram dengan serum pesakit. Jika autoantibodi terdapat dalam serum tersebut, ia akan bergabung dengan antigen diri. Antibodi anti-IgG manusia yang telah dilabelkan dengan pewarna pendarfluor ditambah dan kehadiran antibodi terhadap antigen diri dalam serum pesakit dicerap menggunakan mikroskop pendarfluor.

2. Ujian pengaglutinatan Serum pesakit dicampurkan dengan ampaian sel yang mempunyai antigen diri yang diuji. Jika autoantibodi spesifik wujud pengaglutinatan akan berlaku. Jika antigen yang disyakki adalah antigen larut ia boleh dijerapkan ke permukaan eritrosit dan digunakan dalam ujian penghemaglutinatan pasif atau tak terus.

3. Radioimunoasai Kaedah ini adalah sensitif. Antigen dijerapkan ke permukaan tiub plastik dan serum pesakit ditambah. Kehadiran autoantibodi dikesan dengan penambahan antibodi sekunder (anti-IgG manusia) berlabel radioaktif. Selepas pembasuhan, kuantiti radioaktiviti ditentukan dan ini memberikan ukuran aras autoantibodi yang terdapat dalam serum pesakit.

Bagaimana Pengobatan Penyakit Autoimun?

Pengobatan memerlukan kontrol reaksi autoimmune dengan menekan sistem kekebalan tubuh. Tetapi, beberapa obat digunakan reaksi autoimmune juga mengganggu kemampuan badan untuk berjuang melawan penyakit, terutama infeksi.

Obat yang menekan sistem kekebalan tubuh (imunosupresan), seperti azathioprine, chlorambucil, cyclophosphamide, cyclosporine, mycophenolate, dan methotrexate, sering digunakan, biasanya secara oral dan seringkal denganjangka panjang. Tetapi, obat ini menekan bukan hanya reaksi autoimun tetapi juga kemampuan badan untuk membela diri terhadap senyawa asing, termasuk mikro-jasad penyebab infeksi dan sel kanker. Kosekwensinya, risiko infeksi tertentu dan kanker meningkat.

Sering, kortikosteroid, seperti prednison, diberikan, biasanya secara oral. Obat ini mengurangi radang sebaik menekan sistem kekebalan tubuh. KortiKosteroid yang digunakan dlama jangka panjang memiliki banyak efek samping. Kalau mungkin, kortikosteroid dipakai untuk waktu yang pendek sewaktu gangguan mulai atau sewaktu gejala memburuk. Tetapi, kortikosteroid kadang-kadang harus dipakai untuk jangka waktu tidak terbatas.

Ganggua autoimun tertentu (misalnya, multipel sklerosis dan gangguan tiroid) juga diobati dengan obat lain daripada imunosupresan dan kortikosteroid. Pengobatan untuk mengurangi gejala juga mungkin diperlukan.

Etanercept, infliximab, dan adalimumab menghalangi aksi faktor tumor necrosis (TNF), bahan yang bisa menyebabkan radang di badan. Obat ini sangat efektif dalam mengobati radang sendi rheumatoid, tetapi mereka mungkin berbahaya jika digunakan untuk mengobati gangguan autoimun tertentu lainnya, seperti multipel sklerosis.
Obat ini juga bisa menambah risiko infeksi dan kanker tertentu.

Obat baru tertentu secara khusua membidik sel darah putih. Sel darah putih menolong pertahanan tubuh melawan infeksi tetapi juga berpartisipasi pada reaksi autoimun. Abatacept menghalangi pengaktifan salah satu sel darah putih (sel T) dan dipakai pada radang sendi rheumatoid. Rituximab, terlebih dulu dipakai melawan kanker sel darah putih tertentu, bekerja dengan menghabiskan sel darah putih tertentu (B lymphocytes) dari tubuh. Efektif pada radang sendi rheumatoid dan dalam penelitain untuk berbagai gangguan autoimun lainnya. Obat lain yang ditujukan melawan sel darah putih sedang dikembangkan.

Plasmapheresis digunakan untuk mengobati sedikit gangguan autoimun. Darah dialirkan dan disaring untuk menyingkirkan antibodi abnormal. Lalu darah yang disaring dikembalikan kepada pasien.

Beberapa gangguan autoimun terjadi tak dapat dipahami sewaktu mereka mulai. Tetapi, kebanyakan gangguan autoimun kronis. Obat sering diperlukan sepanjang hidup untuk mengontrol gejala. Prognosis bervariasi bergantung pada gangguan. http://medicastore.com


Pustaka :

Aronson, L (1999). Autoimmune Disease. Htpp//bccc.pair.com/articles.htm ; Oktober 2002.

Baratawidjaja, K G (1998). Imunologi Dasar. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

NIH (National Institutes of Health) ( 1998). Understanding Autoimmune Diseases , NIH publication No. 98-4273.
Last Updated December 18, 1998 (kap). Htpp://www.niaid.nih.gov/publications/. Oktober 2002.

Schaechter M, Medoft G, Eisentein, B I (1993). Mechanism Of Microbial Disease. Williams & Wilkins. Baltimore Hongkong London Munich Philadelphia, Sydney, Hongkong.

http://medicastore.com



0 komentar :

Posting Komentar