RSS Subscribe

healhty life

Hi, I am your doctor

I am not really sure how I got interested in medicine. But is has been my calling.

What greater gift than the love of a cat

Just watching my cats can make me happy. No matter how much cats fight, there always seem to be plenty of my kittens.

The ocean is where I belong

Salt in the air. Sand in my hair. Life is better in the beach.

Healthy's the new sexy

Love yourself enough to live a healthy lifestyle.

I am a chef in my kitchen kingdom

'Chef' doesn't mean that you're the best cook, it simply means 'boss.'

Rabu, 21 April 2010

LUPUS


Definisi
Sistemik lupus erytematosus adalah penyakit otoimun kronis yang di tandai dengan berbagai antibodi yang membentuk kompleks imun dan menimbulkan inflamasi padaa berbagai organ. Oleh karena bersifat sistemik maka manifestasinya sangat luas tergantung organ yang terkena mulai dari manifestasi klinis yang ringan berupa ruam atau sampai pada manefestasi klinis yang berat misalnya lupus nefritis lupus cerebral, (lupus neuropsikiatrik) pnemonitis, perdarahan paru. Perjalanannya penyakitnya bersifat fluktuatif yang di tandai dengan periode tenang dan eksaserbasi.

Etiologi
Genetik, lingkungan hormon dianggap sebagai etiologi SLE, yang mana ketiga faktor saling terkait erat. Faktor lingkungan dan hormon berperan sebagai pencetus penyakit pada invidu peka genetik. Faktor lingkungan yang di anggap sebagai pencetus antara lain infeksi, sinar ultraviolet, pemakaian obat2 an, stres mental maupun fisik.
Empat puluh hingga 60% pasien SLE adalah rentan terhadap photosensitive. Terkena cahaya matahari secara berlebihan diperkirakan sebagai faktor pemicu serangan dari penyakit SLE dan memperburuk cutaneous (discoid) lupus.

Berbagai gen di duga berperan pada SLE. Sehingga manifestasi klinis SLE sangat heterogen. Perbedaan gen berperan pada manifestasi SLE. HLA –DR2 lebih menunjukkan gejala lupus nefritis yang menonjol, sedangkan pada HLA-DR3 lebih menunjukkan gejala muskuloskeletal.

Patogenesis
Cetusan ini menimbulkan abnormalitas respons imun di dalam tubuh yaitu
1. Sel T dan B menjadi otoreaktif
2. Pembentukan sitokin yang berlebihan
3. Hilangnya regulator kontrol pada sisitem imun, antara lain
1. Hilangnya kemampuan membersihkan antigen di kompleks imun maupun sitokin di dalam tubuh
2. Menurunnya kemampuan mengendalikan apoptosis
3. Hilangnya toleransi imun sel T mengenali molekul tubuh sebagai antigen karena adanya mimikri molekul

Akibat proses tersebut , maka terbentuk berbagai macam antibodi di dalam tubuh yang di sebut sebagai autoantibodi. Selanjutnya antibodi2 yang membentuk kompleks imun . kompleks imun tersebut terdeposisi pada jaringan /organ yang akhirnya menimbulkan gejala inflamasi atau kerusakan jaringan

Antibodi2 yang terbentuk pada SLE sangat banyak, antara lain Antinuclear antibodi (ANA), anti double staranded DNA (ds DNA), anti-ss A (Ro), anti-ss B (La), antiribosomal P antibody, anti Sm, sd-70

Pada penderita penyakit lupus, antibodi yang berlebihan ini, bisa masuk ke seluruh jaringan dengan dua cara yaitu :

Pertama, antibodi aneh ini bisa langsung menyerang jaringan sel tubuh, seperti pada sel-sel darah merah yang menyebabkan selnya akan hancur. Inilah yang mengakibatkan penderitanya kekurangan sel darah merah atau anemia.

Kedua, antibodi bisa bergabung dengan antigen (zat perangsang pembentukan antibodi), membentuk ikatan yang disebut kompleks imun, yaitu gabungan antibodi dan antigen mengalir bersama darah, sampai tersangkut di pembuluh darah kapiler akan menimbulkan peradangan.
http://obatpropolis.com

Jenis Penyakit Lupus
1. Discoid Lupus – organ tubuh yang terkena hanya bagian kulit!
Dapat dikenali dari ruam yang muncul dimuka, leher dan kulit kepala, ruam di sekujur tubuh, berwarna kemerahan, bersisik, kadang gatal. Pada Lupus jenis ini dapat didiagnosa dengan menguji biopsi dari ruam. Pada discoid lupus hasil biopsi akan terlihat ketidak normalan yang ditemukan pada kulit tanpa ruam. Dan, jenis ini pada umumnya tidak melibatkan organ-organ tubuh bagian dalam. Oleh karena itu, tes ANA (pemeriksaan darah yang digunakan untuk mengetahui keberadaan sistemik lupus – hasilnya bisa saja bersifat negatif pada pasien pengidap discoid lupus.

2. Drug-Induced Lupus – lupus yang timbul akibat efek samping obat.
Pada lupus jenis ini baru muncul setelah odapus menggunakan jenis obat tertentu dalam jangka waktu yang panjang. Ada 38 jenis obat yang dapat menyebabkan Drug Induced. Salah satu contoh faktor yang mempengaruhi DIL adalah akibat penggunaan obat-obatan hydralazine (untuk mengobati darah tinggi) dan procainamide (untuk mengobati detak jantung yang tidak teratur). Gejala dari drug-induced lupus (DIL) serupa dengan sistemik lupus. Umumnya gejala akan hilang dalam jangka waktu 6 bulan setelah obat dihentikan. Pemeriksaan Tes AntiNuclear Antibody ( ANA ) dapat tetap positif.

3. Sistemic Lupus Erythematosus.
Lupus ini lebih berat dibandingkan dengan discoid lupus, karena gejalanya menyerang banyak organ tubuh atau sistim tubuh pasien Lupus. Pada sebagian orang hanya kulit dan sendinya saja yang terkena, akan tetapi pada sebagian pasien lupus lainnya menyerang organ vital organ : Jantung – Paru, Ginjal, Syaraf, Otak.

Biasanya orang hidup dengan penyakit lupus (odapus) akan menghindari hal-hal yang dapat membuat penyakitnya kambuh dengan :
1. Menghindari stress
2. Menjaga agar tidak langsung terkena sinar matahari
3. mengurangi beban kerja yang berlebihan
4. menghindari pemakaian obat tertentu.
http://obatpropolis.com

Gambaran klinis
Berdasarkan kriteria American College of Rheumatology (ACR) 1982, diagnosis lupus dapat ditegakkan secara pasti jika dijumpai 4 kriteria atau lebih dari 11 kriteria, yaitu:
• malar (diatas pipi muka) "butterfly" rash
• discoid skin rash: kemerahan yang setengah-setengah yang dapat menyebabkan luka parut (scarring)
• photosensitivity: rash kulit sebagai reaksi pada ekspose sinar matahari
• borok-borok lapisan lendir (mucus membrane ulcers): borok-borok dari lapisan mulut, hidung atau tenggorokan
• arthritis: dua atau lebih pembengkakkan dan sendi-sendi yang lunak dari kaki-kaki dan tangan-tangan
• pleuritis/pericarditis: peradangan dari jaringan pelapis sekeliling jantung atau paru-paru, umumnya dihubungkan dengan sakit dada dengan bernapas
• kelainan-kelainan ginjal: jumlah-jumlah abnormal dari protein urin atau gumpalan-gumpalan dari elemen-elemen sel disebut casts
• iritasi otak (brain irritation): dimanifeskan oleh gangguan hebat (seizures, convulsions) dan/atau psychosis
• Kelainan-kelainan perhitungan darah: jumlah yang rendah dari sel-sel darah putih atau darah merah, atau platelets
• immunologic disorder: tes-tes imun yang abnormal termasuk antibodi-antibodi anti-DNA atau anti-Sm (Smith), tes darah untuk syphilis yang positif palsu, antibodi-antibodi anticardiolipin, lupus anticoagulant, atau positive LE prep test
• antinuclear antibody: tes positif antibodi ANA
http://www.totalkesehatananda.com

Manifestasi klinis SLE sangat luas.awalnya di tandai dengan gejala klinis yang tidak spesifik antara lain: lemah, lesu, panas mual nafsu makan turun dan berat badan menurun.

Manifestasi sistem muskulo skeletal
Dapat berupa artalgia yang hampir di jumpai sekitar 70% atau atritis yang di tandai dengan sendi yang bengkok, kemerahan yang kadanga kadang disertai efusi, sendi sendi yang sering tekena antara lain sendi jari2 tangan, siku, bahu, dan lutut. Artritis pada SLE kadang menyerupai artritis reumatoid, bedanya adalah artritis pada SLE sifatnya nonerosif

Sistem mukokutaneus
1. Kutaneus lupus akut: malar rash (butterfly rash) merupakan tanda spesifik pada SLE, yaitu bentukan ruam pada kedua pipi yang tidak melebihi lipatan nasolabial dan di tandai dengan adanya ruam pada hidung yang menyambung dengan ruam yang ada di pipi. Bentuk akut kutaneus lain yaitu bentuk morbili, ruam makular, fotosensitif, papulodermatitis, bulosa, toksik epidermal nekrolitik. Pada umumnya ruam akut kutaneus ini bersifat fotosensitif
2. Kutaneus lupus subakut simetrikal eritema sentrifugum, anular eritema , psoriatik LE, pitiriasis dan makulo papulo fotosensitif. Manifestasi subakut lupus ini sangat erat hubungannya dengan antibody Ro lesi subakut umumnya sembuh tanpa meninggalkan scar.
3. Kutaneus lupus kronis. Bentuk yang klasik adalah lupus dikoid yang berupa bercak kemerahan denga kerak keratotik pada permukaannya. Bersifat kronik dan rekuren pada lesi yang kronik ditan dai dengan parut dan atropi pada daerah sentral dan hiperpigmentasi pada daerah tepinya. Lesi ini sering dijumpai pada kulit kepala yang sering menimbulkan kebotakan yang irreversible. Daun telinga leher , lengan dan wajah juga sering terkena panikulitis lupus atau lupus profundus di tandai dengan inflamasi pada lapisan bawah dari dermis dan jaringan subkutan. Gambaran klinisnyaberupa nodul yang sangat dalam dan sangat keras, dengan ukuran 1-3cm. Hanya di temukan sekitar 2 % pada penderita SLE
4. Nonspesifik kutaneus lupus ; vaskulitis cutaneus. Ditemuka hampir pada 70% pasien . manifestasi kutaneus nonspesifik lupus tergantung pada pembuluh darah yang terkena . bentuknya bermacam macam antara lain :
1. Urtikaria
2. Ulkus
3. Purpura
4. Bulosa, bentuk ini akibat dari hilangnya integritas dari dermal dan epidermal junction
5. Splinter hemorrhage
6. Eritema periungual
7. Nailfold infar bentuk vaskulitis dari arteriol atau venul pada tangan
8. Eritema pada tenar dan hipotenar mungkin bisa dijumpai .pada umumnya biopsi pada tempat ini menunjukkan leukosistoklasik vaskulitis
9. Raynould phenomenon. Gambaran khas dari raynouls phenomenon ini adanya vasospasme, yang di tandai dengan sianosis yang berubah menjadi bentuk kemerahan bila terkena panas. Kadanga disertai dengan nyeri. Raynould phenomenon ini sangat terkait dengan antibodi U1 RNP
10. Alopesia. Akibat kerontokan rambut yang bersifat sementara terkai dengan aktifitas penyakitbiasnya bersifat difus tanpa adanya jaringan parut. Kerontokan rambut biasanya di mulai pada garis rambut depan. Pada keadaan tertentu bisa menimbulkan alopecia yang menetap di sebabkan oleh diskoid lupus yang meninggalkan jaringan parut
11. Sklerodaktili. Di tandai dengan adanya sklerotik dan bengkak berwarna kepucatan pada tangan akibat dari perubahan tipe skleroderma. Hanya terjadi pada 7% pasien
12. Nodul rheumatoid. Ini dikaitkan dengan antibodi Ro yang positif dan adanya reumatoid like artritis
13. Perubahan pigmentasi. Bisa berupa hipo atau hiperpigmentasi pada daerah yang terpapar sinar matahari
14. Kuku. Manifestasinya bisa berupa nail bed atrofy atau telangektasi pada kutikula kuku
15. Luka mulut (oral ulcer) luka pada mulut yang terdapat pada palatum molle atau durum mukosa pipi, gusi dan biasanya tidak nyeri
Gamabaran histopatologis kutaneus lupus yaitu didapatkannya kompleks imn yang berbentuk seperti pita pada daerah epidermal junction (lupus band)

Manifestasi pada paru
Dapat berupa pnemonitis, pleuritis, atau pun pulmonary haemorrhage, emboli paru, hipertensi pulmonal, pleuritis ditandai dengan nyeri dada atau efusi pleura, atau friction rub pada pemeriksaan fisik. Efusi pleura yang di jumpai biasanya jernih dengan kadar protein <10.000 kadar glukosa normal Manifestasi pada jantung Dapat berupa perikarditis, efusi perkardium, miokarditis, endokarditis, kelainan katup penyakit koroner, hipertensi , gagal jantung , dan kelainan konduksi. Manifestasi jantung tersering adalah kelainan perikardium berupa perikarditis dan efusi perikardium 66%, yang jarang menimbulkan komplikasi tamponade jantung, menyusul kelainan miokardium berupa miokarditis yang di tandai dengan pembesaran jantung dan endokardium berupa endokarditis yang di kenal dengan nama Libmn Sachs endokarditis, sering sekali asimptomatis tanpa di sertai dengan bising katup. Yang sering terkena adalah katup mitral dan aorta Manifestasi hematologi Manifestasi kelainan hematologi yang terbanyak adalah bentuk anemia karena penyakit kronis, anemia hemolitik autoimun hanya di dapatkan pada 10 % penderita. Selain anemia juga dapat di jumpai leukopenia, limphopenia, nitropenia, trombopenia Manifestasi pada ginjal Dikenal dengan lupus nefritis. Angka kejadiannya mencapai hampir 50 % dan melibatkan kelainan glomerulus. Gambaran klinisnya bervariasi dengan tergantung derajat kerusakan pada glomerulus dapat berupa hematuri, protein uria, seluler cast,. Berdasarkan kriteria WHO secara histopatologi di bedakan menjadi 5 klas. Sebanyak 0,5% akan berkembang menjadi gagal ginjal kronis. Lupus nefritis ini merupakan petanda prognosis jelek Manifestasi sistem gastrointestinal Dapat berupa hepatosplenomegali non spesifik, hepatitis lupoid, keradangan sistem saluran makanan (lupus gut), kolitis Manifestasi klinis pada sistem saraf pusat Juga sangat bervariasi, mulai dari depresi sampai psikosis, kejang, stroke, dan lain2. Untuk memudahkan diagnosis American College Rheumatology mengelompokkan menjadi 19 sindrom. Gambaran klinis lupus serebral di kelompokkan dalam 3 bagian yaitu fokla, difus, dan neuropsikiatrik. Diagnosis
Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium sederhana sangat membantu untuk diagnosa lupus. Pada umumnya pemeriksaan darah lengkap untuk melihat jumlah leukosit, trombosit, limfosit dan kadar Hb dan LED.

Pemeriksaan serologi
Tets ANA merupakan pemeriksaan serologi yang di anjurkan sebagai pemeriksaan serologi awal sebelum pemeriksaan antibodi lainnya. Bila kadar tinggi dengan pola yang homogen dengan pemeriksaan metode Hep2 cel sangat menyokong diagnosis SLE.

Pengobatan
Tujuan pengobatan LES adalah mengontrol manifestasi penyakit, sehingga anak dapat memiliki kualitas hidup yang baik tanpa eksaserbasi berat, sekaligus mencegah kerusakan organ serius yang dapat menyebabkan kematian. Adapun obat-obatan yang dibutuhkan seperti:
a. Antiinflamasi non-steroid
Untuk pengobatan simptomatik artralgia nyeri sendi).
b. Antimalaria
Diberikan untuk lupus diskoid. Pemakaian jangka panjang memerlukan evaluasi retina setiap 6 bulan.
c. Kortikosteroid
Dosis rendah, untuk mengatasi gejala klinis seperti demam, dermatitis, efusi pleura. Diberikan selama 4 minggu minimal sebelum dilakukan penyapihan.
Dosis tinggi, untuk mengatasi krisis lupus, gejala nefritis, SSP, dan anemi hemolitik.
d. Obat imunosupresan/sitostatika
Imunosupresan diberikan pada SLE dengan keterlibatan SSP, nefritis difus dan membranosa, anemia hemolitik akut, dan kasus yang resisten terhadap pemberian kortikosteroid.
e. Obat antihipertensi
Atasi hipertensi pada nefritis lupus dengan agresif
f. Kalsium
Semua pasien LES yang mengalami artritis serta mendapat terapi prednison berisiko untuk mengalami osteopenia, karenanya memerlukan suplementasi kalsium.
http://www.klikdokter.com

Efek steroid sebagai anti inflamasi
1. Penghamabat dilatasi dan permeabilitas pembuluh darah
2. Penghambat migrasi neutrofil ke perifer
3. penghambat sintesis mediator inflamasi
4. mengatur pemecahan enzim enzim
5. mengatur keseimbangan sitokin yang berperan dalam antiinflamasi

efek imunosupresif
1. limfopeni terhadap sel T
2. penghambat signal trandusi aktivasi sel T
3. penghambat sintesis interleukin 2
4. mengatur permukaan molekul sel T
5. menghambat sel APC
6. merangsang sel T apoptosis

dosis glukokortikoid yang di gunakan untuk terapi SLE
1. pulse dengan dosis 15-30 mg/kg/bb/hari atau 1g/m2 diberikan IV selama 1-3 hari indikasi lupus manifestasi dengan organ yang mengancam jiwa: RPGN, myelopathy, kebingungan akut yang berat, perdarahan paru, vaskulitis, optik pleuritis. Yang perlu di perhatikan adalah dosis yang sangat besar untuk menimbulkan overload cairan hipertensi dan neuropsikiatrik
2. dosis sangat tinggi yaitu >1-2 mg/kg/bb di berikan IV atau per oral di gunakan untuk lupus dengan manifestasi organ yang mengancam jiwa. Hindari penggunaan lebih dari 1-2 minggu. Efek samping yaitu timbulnya infeksi yang berat.
3. Dosis tinggi 0,6-1mg/kg/BB di berikan IV atau peroral. Indikasinya anemi hemolitik, trombopeni, lupus pnemonitis akut
4. Dosis sedang 0,125-0,5 mg/hari di berikan secara oral untuk neusitisis, pleuritis yang berat, trombopeni
5. Dosis rendah < 0,125- <0,75 mg/kg/BB/hari indikasi artritis yang tidak respons terhadap NSAID terapi maintenance Prognosis
Prognosis lupus sangat tyergabtung pada organ yang terlibat, bila organ yang vital yang terlibat maka mortalitasnya sangat tinggi. Tetapi dengan kemajuan pengobatan lupus, mortalitas ini jauh lebih baik di banding pada 2-3 dekade yang lalu.

Kesimpulan
Pada penyakit Lupus :
• Sistem kekebalan tubuh (zat antibodi-nya) justru menyerang diri sendiri dan menjadi perusak sehingga menimbulkan gejala Lupus. Dengan kata lain, penyakit Lupus ini disebut sebagai autoimun = sistem kekebalan tubuh tidak mengenal mana teman atau lawan. (Kelebihan antibodi)
• Bukan jenis penyakit virus, kuman atau bakteri.
• Faktor penyebab munculnya gejala Lupus hingga kini belum diketahui dengan pasti.
• Lebih banyak perempuan dibandingkan dengan laki-laki.
• Sebagian besar ditemukan pada perempuan usia produktif.
• Apabila terjadi infeksi, masih bisa diobati.
• Bukan jenis penyakit menular.
• Lupus dikatakan great imitator alias peniru ulung, atau juga disebut sebagai penyakit seribu wajah karena menyerupai penyakit lain (mimikri).
• Menyerang seluruh organ tubuh.
http://www.balita-anda.indoglobal.com

Daftar Pustaka
http://www.balita-anda.indoglobal.com
http://www.klikdokter.com
http://obatpropolis.com
http://www.totalkesehatananda.com

Senin, 19 April 2010

AUTOIMMUNE


Apakah Penyakit Autoimmune Itu ?

Kata "autoimmune" berasal dari penggabungan kata auto dan immune. Kata auto berarti diri sendiri, sedangkan immune dari kata sistem immune yang berarti suatu sistem komplek pada sel dan komponen sel (yang disebut mollecules) yang normalnya bekerja untuk mempertahankan ketahanan tubuh dan mengaleminasi infeksi yang disebabkan oleh bakteria, virus dan mikroba asing lainnya yang memasuki tubuh. Jika seseorang menderita penyakit autoimmune, maka sistem kekebalan yang terbentuk salah mengidentifikasi benda asing, dimana sel, jaringan atau organ tubuh manusia justru dianggap sebagai benda asing sehingga dirusak oleh antibodi. Jadi adanya penyakit autoimmune tidak memberikan dampak peningkatan ketahanan tubuh dalam melawan suatu penyakit, tetapi justru terjadi kerusakan tubuh akibat kekebalan yang terbentuk. (NIH, 1998; Schaechter dkk., 1993 : Salyers dan Whitt, 1994 : Pelczar dkk. 1986 : Madigan dkk. 1997).


Pada reaksi sistem immune tubuh maka benda asing dikatakan sebagai antigen dan sistem kekebalan yang terbentuk disebut antibodi. Kejadian Penyakit Autoimmune memberikan reaksi sistem immune terhadap jaringannya sendiri dimana antigen yang mendorong kejadian penyakit autoimmune disebut autoantigen sedangkan antibodi yang dibentuk sebagai autoantibodi. Sel autoreaktif adalah lymphocyte (sel darah putih) yang mempunyai reseptor untuk autoantigen sehingga mampu memberikan reaksi autoimmune (meskipun tidak selalu sel autoreaktif itu bereaksi dengan autoantigen jika berpapasan). Jika sel autoreaktif (lymphocyte) memberikan respon pada autoantigen, maka sel autoreaktif (lymphocyte) itu disebut sebagai Sel Lymphycyte Reaktif (SLR) (Baratawidjaja, 1998).


Ada beberapa penyakit autoimmune dan masing-masing dapat berdampak pada tubuh dengan berbagai model, sebagai contoh; reaksi autoimmune berlangsung menyerang otak pada kasus multiple sclerosis dan menyerang saluran pencernaan pada kasus penyakit Crohn’s. Pada kasus penyakit autoimmune lainnya, seperti lupus erythematosus (lupus), berdampak pada jaringan dan organ-organ yang bervariasi antar individu dengan penyebab penyakit yang sama. Seseorang yang menderita lupus mungkin berdampak pada kulit dan persendian sementara kasus lupus pada individu lainnya memberikan dampak kulit, ginjal dan paru-paru. Pada akhirnya kerusakan pada jaringan-jaringan yang disebabkan oleh sistem kekebalan akan permanen sebagaimana kerusakan sel pankreas yang memproduksi insulin pada diabetes mellitus tipe I (NIH, 1998)

Siapa Yang Rentan Terhadap Penyakit Autoimmune?
Kejadian penyakit autoimmune pada kajian kuantitatif sebenarnya relatif jarang, namun demikian jika ditinjau dari kualitas dan obyek penderitanya, maka kasusnya cukup perlu mendapat perhatian, sebagai gambaran berjuta-juta orang Amerika menderita penyakit ini. Umumnya penyakit autoimmune menyerang wanita lebih banyak dibandingkan pria, khususnya pada wanita usia kerja dan wanita pada usia membesarkan anak. Alasan mengapa wanita lebih banyak menderita penyakit autoimmune belum dapat diketahui, namun diperkirakan karena peranan hormon. Peranan hormon ini patut mendapatkan kecurigaan karena penyakit autoimmune pada wanita ini sering terjadi setelah monopause, dan penelitian lainnya menyebutkan pula selama kehamilan (Aronson, 1999).


Apa Penyebab-penyebab Penyakit Autoimmune?
Apakah Menular ?

Belum pernah dibuktikan bahwa penyakit autoimmune ini bersifat menular. Penyakit autoimmune tidak menyebar kepada individu lainnya sebagaimana penyakit infeksi. Penyakit ini tidak sebagaimana AIDS demikian pula tidak sebagaimana kanker. Gen individu penderita penyakit autoimmune memiliki konstribusi terhadap penularan penyakit autoimmune. Penyakit tertentu seperti Psoriasis dapat terjadi diantara beberapa anggota keluarga (NIH, 1998).


Apakah Penyebab Utama Penyakit Autoimmune ?
Genetik : Telah ditunjukkan pada manusia bahwa gen major histocompatibility complex (MHC) dikaitkan dengan kejadian spesifik dari penyakit autoimmune. Gen MHC ada pada semua vertebrata, gen ini menandai 2 katagori pokok molekul yang membentuk bagian dari sel membran dan seluruh bagian membran (Schaechter dkk., 1993 : Henderson dkk., 1999


Fakta lain menunjukkan bahwa gen spesifik atau kelompok gen sebagai predisposisi suatu keluarga terhadap Psoriasis. Sebagai tambahan, individu anggota suatu keluarga dengan penyakit autoimmune dapat berperan dalam membentuk abnormalitas gen yang mendorong kejadian penyakit autoimmune walaupun mungkin menurunkan penyakit autoimmune dalam jenis penyakit autoimmune lainnya. Sebagai contoh; salah satu orangtuanya menderita lupus, maka keturunannya dimungkinkan menderita dermatomyositis dan mungkin keturunan lainnya menderita Rheumatoid arthritis (NIH, 1998).


Perkembangan penyakit autoimmune dalam tubuh dipengaruhi oleh faktor gen yang menurun bersama-sama pada saat tubuh mendapatkan sistem kekebalan yang dipicu oleh suatu kondisi dan lingkungan tertentu (NIH, 1998).


Faktor lain apakah yang mempengaruhi kejadian penyakit autoimmune?
Beberapa penyakit autoimmune diketahui terjadi dan makin terjadi karena adanya faktor pemicu seperti infeksi virus. Sinar matahari tidak saja berperan sebagai pemicu kejadian lupus akan tetapi sinar matahari malahan dapat memperburuk kondisi penderita lupus. Hal ini perlu disadari sehingga faktor-faktor tersebut dapat dihindari oleh individu yang rentan dalam rangka mencegah atau meminimalisasikan jumlah kerusakan yang ditimbulkan oleh karena penyakit autoimmune pada penderita. Faktor-faktor lainnya seperti : stress kronis, hormonal dan kehamilan, belum banyak diketahui dampaknya terhadap sistem kekebalan dan penyakit autoimmune (Aronson, 1999)..

Bagaimana Mekanisme Kejadian Penyakit Autoimmune ?

Jika tubuh dihadapkan sesuatu yang asing maka tubuh memerlukan ketahanan berupa respon immun untuk melawan substansi tersebut dalam upaya melindungi dirinya sendiri dari kondisi yang potensial menyebabkan penyakit. Untuk melakukana hal tersebut secara efektif maka diperlukan kemampuan untuk mengenali dirinya sendiri sehingga dapat memberikan respon pada kondisi asing atau bukan dirinya sendiri. Pada penyakit autoimmune terjadi kegagalan untuk mengenali beberapa bagian dari dirinya (NIH, 1998).


Ada 80 grup Penyakit autoimmune serius pada manusia yang memberikan tanda kesakitan kronis yang menyerang pada hampir seluruh bagian tubuh manusia. Gejala-gejala yang ditimbulkan mencakup gangguan nervous, gastrointestinal, endokrin sistem, kulit dan jaringan ikat lainnya, mata, darah, dan pembuluh darah.


A. Penyakit-penyakit Spesifik-organ

  1. Myasthenia gravis, Antibodi dihasilkan terhadap reseptor asetilkolin pada persimpangan neuro otot. Reseptor ini dimusnahkan menyebabkan isyarat dari saraf yang dibawa oleh asetilkolin tidak diterima oleh otot dan otot menjadi lemah. Penyakit ini boleh dirawat dengan perencat kolinesterase dan plasmaferesis untuk membersihkan autoantibodi.
  2. Diabetes mellitus bergantung insulin, Penyakit ini dikenali juga sebagai diabetes jenis I (diabetes juvana) dan disebabkan oleh sel Tc spesifik memusnahkan sel  pankreas yang terlibat menghasilkan insulin. Apabila sel  dimusnahkan kurang insulin akan dihasilkan. Aktiviti sel Tc bergantung kepada sitokin dari sel CD4 Th1, oleh itu kerentanan terhadap penyakit ini dikaitkan dengan individu yang mempunyai alel MHC II HLA-DR3 dan -DR4. Simptom-simptom penyakit ini dirawat dengan suntikan insulin. Siklosporin A yang menekan sel Tc telah berjaya digunakan untuk merawat penyakit ini.
  3. Pernicious anemia Penyakit ini berlaku pada usus. Sel plasma dalam mukosa perut merembeskan autoantibodi (IgG) terhadap faktor intrinsik dan mengganggu pengambilan normal vitamin B12. Pergabungan autoantibodi kepada faktor intrinsik menghalang pengangkutan vitamin B12 yang perlu untuk pematangan eritrosit dan tidak disintesis oleh tubuh. Oleh itu, lebih banyak eritrosit tak matang yang tak efisien mengangkut oksigen dihasilkan.
  4. Anemia hemolisis autoimun Autoantibodi dihasilkan terhadap berbagai antigen eritrosit seperti antigen ABO dan Rh. Pergabungan antibodi kepada eritrosit akan menyebabkan pemugaran eritrosit terpeka oleh limpa. Kesannya ialah anemia. Pengaktifan pelengkap juga boleh berlaku dan menyebabkan hemolisis.
  5. Sindrom Goodpasteur Autoantibodi dihasilkan terhadap kolagen jenis IV yang terdapat pada membran dasar alveolus peparu dan kapilari glomerulus ginjal. Pelengkap akan diaktifkan dan tisu ini dimusnahkan.
  6. Sklerosis berganda Sklerosis berganda (multiple sclerosis) ialah sejenis penyakit nyahmielin (demyelinating disease) pada sistem saraf pusat. Mielin ialah satu lapisan selaput berlemak yang memudahkan pengangkutan impuls saraf. Dalam penyakit sklerosis berganda, selaput ini dimusnahkan dan perpindahan impuls menjadi perlahan. Proses nyahmielin mungkin diperantarakan oleh gerak balas imun terhadap antigen diri, iaitu mielin. Autoantibodi anti-mielin akan bergabung dan pemusnahan selaput ini berlaku hasil tindakan bersama pelengkap. Pencetusan proses nyahmielin mungkin dimulakan oleh infeksi virus.
  7. Penyakit Grave Autoantibodi dihasilkan reseptor TSH (thyroid stimulating hormone) dan kesannya ialah hipertiroidisme. Dalam keadaan normal sel tiroid dirangsang oleh TSH dari kelenjar pituitari yang bergabung kepada reseptor TSH. Apabila autoantibodi bergabung dengan reseptor ini, kelenjar ini akan dirangsang untuk merembeskan hormon dan menjadi hiperaktif. Penyakit ini boleh dirawat dengan dadah anti-tiroid atau pembuangan tiroid.
  8. Penyakit Hashimoto Kelenjar tiroid diserang oleh limfosit dan fagosit menyebabkan keradangan dan tiroid menjadi bengkak (goiter). Autoantibodi dihasilkan terhadap tiroglobulin dan pemusnahan sel-sel tiroid berlaku. Kedua-dua keimunanan humor dan perantaraan sel terlibat. Kesannya ialah hipotiroidisme. Penyakit ini dirawat dengan tiroksin.

B. Penyakit-penyakit Tak Spesifik-organ

  1. Artritis reumatoid Penyakit ini disebabkan pemusnahan sendi-sendi terutamanya pada jari. Pemusnahan ini berpunca dari sel keradangan Th1 yang mengaktifkan sel-sel sinovial menghasilkan enzim-enzim hidrolisis. Enzim-enzim ini memusnahkan kartilaj, ligamen dan tendon. Pesakit-pesakit mempunyai faktor reumatoid, iaitu antibodi terhadap bahagian Fc IgG. Kehadiran faktor reumatoid digunakan untuk diagnosis artritis reumatoid.
  2. Lupus eritematosus sistemik (SLE) SLE ialah satu penyakit autoimun kronik dan pelbagai organ yang melibatkan tindak balas imun terhadap beberapa antigen diri. Dalam SLE, kompleks imun yang terdiri dari DNA atau nukleoprotein diri, antibodi spesifik dan pelengkap, tertempat dalam kulit, ginjal dan sendi-sendi. Ini menyebabkan eritema, glomerulonefritis dan artritis, masing-masing. Antibodi anti-nukleus (DNA, nukleoproein) boleh dikesan dalam lebih 90% pesakit dan 20% mempunyai faktor reumatoid. Autoantibodi terhadap RNA, eritrosit, platlet juga boleh dikesan. Ciri utama penyakit ini ialah kemerahan berbentuk kupu-kupu (butterfly rash) pada hidung dan pipi. Satu lagi ciri penyakit ini ialah fenomenon sel LE (lupus erythematosus cell). Apabila darah pesakit ini dieram pada 37oC selama 30 - 60 min, limfosit menjadi bengkak dan membebaskan bahan nukleusnya. Bahan ini diopsoninkan oleh antibodi anti-DNA dan pelengkap, dan difagositosis oleh sel LE. Kehadiran antibodi anti-DNA dan sel LE digunakan untuk diagnosis SLE. Penyakit ini lazimnya berlaku pada wanita berumur antara 20 - 40 tahun.
  3. Sindrom Sjogren Ini ialah penyakit keradangan kronik yang diperantarakan sel T CD4 yang memasukki kelenjar eksokrin (terutamanya kelenjar lakrimal dan air liur). Sindrom Sjogren lazimnya dikaitkan dengan penyakit tisu hubungan lain seperti artritis reumatoid dan SLE.
  4. Sindrom Guillain-Barre Penyakit ini menjejaskan saraf periferi dan menyebabkan kelemahan yang mungkin berakhir dengan kelumpuhan. Lazimnya ia berlaku selepas pemvaksinan (seperti influenzae) atau selepas infeksi (contohnya measles, hepatitis). Kemungkinan gerak balas imun terhadap agen menginfeksi bertindak terhadap tisu neuron kerana kehadiran epitop yang dikongsikan.
http://medicastore.com


Ada empat dasar mekanisme yang menyebabkan kejadian penyakit autoimmune :
1. Mediasi Antibodi :
Keberadaan antibodi spesifik melakukan perlawanan terhadap antigen tertentu (protein) mendorong kerusakan dan timbulnya tanda-tanda penyakit.
Contohnya ; auto-immune mediated hemolytic anemia, dimana targetnya adalah permukaan sel darah merah ; myesthenia gravis dimana targetnya adalah acetylcholine receptor pada neuromuscular junction ; hypoadrenocorticism (Addisons’s) dimana targetnya adalah sel dari kelenjar adrenal (Aronson, 1999 : Mims, 1982).

2. Mediasi Immune Kompleks:
Antibodi diproduksi melawan protein didalam tubuh, komplek ini dalam bentuk molekul besar yang bersikulasi keseluruh tubuh.
Pada systemic lupus erythematosus (SLE), antibodi dibentuk justru merusak beberapa komponen-komponen didalam inti selnya ( sehingga anti-nuclear antibody test (ANA) dilakukan untuk SLE). Sebagian besar antibodi-antibodi yang diproduksi merusak double stranded DNA, dan membentuk komplek terlarut yang tersirkulasi yang akan memecah kulit dan menyebabkan peningkatan sensitivitas pada ultraviolet dan berbagai gejala lainnya. Karena darah tersaring melalui ginjal, maka kompleks tersebut akan tertahan dalam glomeruli dan pembuluh darah yang menyebabkan ginjal kekuarangan protein sehingga mengalami glomeulonephritis. Kondisi ini juga merusak pembuluh darah lainnya, dan dimungkinkan terjadinya haemorhagi, sebagaimana akumulasi dari cairan synovial dan menyebabkan tanda-tanda arthritis dan kesakitan persendian. Rheumatoid arthritis diakibatkan dari immune complexes (kelompok antibodi IgM mengikat rheumatoid factor) merusak bagian dari sistem kekebalan hewan (bagian dari molekul Ig G). Bentuk komplek ini dideposit di ruang persendian synovial yang menyebabkan respon peradangan, pembengkakan persendian dan kesakitan. Kolagen dan cartilage dirusak dan seringkali digantikan dengan fibrin sehingga menyebabkan fuses dari persendian – ankylosis (Aronson, 1999).

3. Mediasi Antibodi dan sel T cell :
Sel T adalah salah satu dari dua tipe (yang satunya disebut sel B) sel darah putih yang memediasi reaksi immune. Ketika dihadapkan pada suatu antigen tertentu, sel T terprogram untuk mencari dan merusak protein tertentu itu pula dikemudian hari. Jika seekor hewan terekspose pada suatu antigen, maka menjadi lebih berkemampuan untuk memberikan respon lebih banyak dan lebih cepat dalam memberikan perlawanan terhadap antigen tertentu itu dikemudian hari. Inilah dasar pelaksanaan vaksinasi. Pada kejadian Thyroiditis (autoimmune hypothyroidism) tampaknya memberikan dampak mixed ethiology, dimana beberapa antigen yang menjadi target dan juga sekaligus hormon penting thyroglobulin yang diproduksi oleh tyroid menjadi dikenali. Autoantibodi terhadap antigen-antigen pada ephitel sel thyroid juga dikenali. Thyroid menjadi terinvasi oleh sejumlah besar sel T, sel B demikian pula sel Makrophage yang akan "menelan" dan menghancurkan sel-sel lainnya. Sel T yang terprogram secara spesifik terhadap thyroglobulin ini telah diidentifikasi (Aronson, 1999 : Salyers dan Whitt, 1994 : Madigan dkk, 1997).

4. Difisiensi complemen :
Ketika antigen dan antibodi bereaksi, maka akan mengaktivasi kelompok enzime serum (sistem komplemen) yang memberikan hasil akhir berupa lisis dari molekul antigen atau memungkinkan sel phagosite seperti macrophage untuk lebih mudah melakukan pengrusakan. Hewan yang mengalami defisiensi enzimes activated pada awal sistem komplemen akan penderita penyakit autoimmune, seperti pada kasus penyakit SLE (Aronson, 1999 : Roitt, 1991).

Bagaimana Mendiagnose Penyakit Autoimmune?
1. Imunopendarfluor (Immunofluorescence) Ujian ini boleh digunakan untuk mengesan autoantibodi dalam serum.
Sampel tisu yang mempunyai antigen diri dieram dengan serum pesakit. Jika autoantibodi terdapat dalam serum tersebut, ia akan bergabung dengan antigen diri. Antibodi anti-IgG manusia yang telah dilabelkan dengan pewarna pendarfluor ditambah dan kehadiran antibodi terhadap antigen diri dalam serum pesakit dicerap menggunakan mikroskop pendarfluor.

2. Ujian pengaglutinatan Serum pesakit dicampurkan dengan ampaian sel yang mempunyai antigen diri yang diuji. Jika autoantibodi spesifik wujud pengaglutinatan akan berlaku. Jika antigen yang disyakki adalah antigen larut ia boleh dijerapkan ke permukaan eritrosit dan digunakan dalam ujian penghemaglutinatan pasif atau tak terus.

3. Radioimunoasai Kaedah ini adalah sensitif. Antigen dijerapkan ke permukaan tiub plastik dan serum pesakit ditambah. Kehadiran autoantibodi dikesan dengan penambahan antibodi sekunder (anti-IgG manusia) berlabel radioaktif. Selepas pembasuhan, kuantiti radioaktiviti ditentukan dan ini memberikan ukuran aras autoantibodi yang terdapat dalam serum pesakit.

Bagaimana Pengobatan Penyakit Autoimun?

Pengobatan memerlukan kontrol reaksi autoimmune dengan menekan sistem kekebalan tubuh. Tetapi, beberapa obat digunakan reaksi autoimmune juga mengganggu kemampuan badan untuk berjuang melawan penyakit, terutama infeksi.

Obat yang menekan sistem kekebalan tubuh (imunosupresan), seperti azathioprine, chlorambucil, cyclophosphamide, cyclosporine, mycophenolate, dan methotrexate, sering digunakan, biasanya secara oral dan seringkal denganjangka panjang. Tetapi, obat ini menekan bukan hanya reaksi autoimun tetapi juga kemampuan badan untuk membela diri terhadap senyawa asing, termasuk mikro-jasad penyebab infeksi dan sel kanker. Kosekwensinya, risiko infeksi tertentu dan kanker meningkat.

Sering, kortikosteroid, seperti prednison, diberikan, biasanya secara oral. Obat ini mengurangi radang sebaik menekan sistem kekebalan tubuh. KortiKosteroid yang digunakan dlama jangka panjang memiliki banyak efek samping. Kalau mungkin, kortikosteroid dipakai untuk waktu yang pendek sewaktu gangguan mulai atau sewaktu gejala memburuk. Tetapi, kortikosteroid kadang-kadang harus dipakai untuk jangka waktu tidak terbatas.

Ganggua autoimun tertentu (misalnya, multipel sklerosis dan gangguan tiroid) juga diobati dengan obat lain daripada imunosupresan dan kortikosteroid. Pengobatan untuk mengurangi gejala juga mungkin diperlukan.

Etanercept, infliximab, dan adalimumab menghalangi aksi faktor tumor necrosis (TNF), bahan yang bisa menyebabkan radang di badan. Obat ini sangat efektif dalam mengobati radang sendi rheumatoid, tetapi mereka mungkin berbahaya jika digunakan untuk mengobati gangguan autoimun tertentu lainnya, seperti multipel sklerosis.
Obat ini juga bisa menambah risiko infeksi dan kanker tertentu.

Obat baru tertentu secara khusua membidik sel darah putih. Sel darah putih menolong pertahanan tubuh melawan infeksi tetapi juga berpartisipasi pada reaksi autoimun. Abatacept menghalangi pengaktifan salah satu sel darah putih (sel T) dan dipakai pada radang sendi rheumatoid. Rituximab, terlebih dulu dipakai melawan kanker sel darah putih tertentu, bekerja dengan menghabiskan sel darah putih tertentu (B lymphocytes) dari tubuh. Efektif pada radang sendi rheumatoid dan dalam penelitain untuk berbagai gangguan autoimun lainnya. Obat lain yang ditujukan melawan sel darah putih sedang dikembangkan.

Plasmapheresis digunakan untuk mengobati sedikit gangguan autoimun. Darah dialirkan dan disaring untuk menyingkirkan antibodi abnormal. Lalu darah yang disaring dikembalikan kepada pasien.

Beberapa gangguan autoimun terjadi tak dapat dipahami sewaktu mereka mulai. Tetapi, kebanyakan gangguan autoimun kronis. Obat sering diperlukan sepanjang hidup untuk mengontrol gejala. Prognosis bervariasi bergantung pada gangguan. http://medicastore.com


Pustaka :

Aronson, L (1999). Autoimmune Disease. Htpp//bccc.pair.com/articles.htm ; Oktober 2002.

Baratawidjaja, K G (1998). Imunologi Dasar. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

NIH (National Institutes of Health) ( 1998). Understanding Autoimmune Diseases , NIH publication No. 98-4273.
Last Updated December 18, 1998 (kap). Htpp://www.niaid.nih.gov/publications/. Oktober 2002.

Schaechter M, Medoft G, Eisentein, B I (1993). Mechanism Of Microbial Disease. Williams & Wilkins. Baltimore Hongkong London Munich Philadelphia, Sydney, Hongkong.

http://medicastore.com